Selasa, 13 Januari 2015

Dari Pada Ugal-Ugalan Mending Pengajian (Muhasabah)

Hari berganti hari, tahun berganti tahun, tiada terasa begitu banyak hal-hal yang telah kita perbuat, sedangkan usia semakin menggiring kepada kematian, tapi tidak seorang pun dari kita yang mengetahui apakah amalannya diterima oleh Alloh Subhanahu Wa Ta’ala atau justru ia tertolak sehingga menjadi orang yang merugi.
Pergantian tahun merupakan momen penting bagi kita untuk introspeksi (muhasabah), melihat kembali apa yang telah kita kerjakan pada masa yang lalu untuk berbuat lebih baik di sisa waktu. Semoga tulisan kali ini dapat memberi sedikit pencerahan kepada kita dalam meningkatkan kualitas iman dan ketaqwaan kita kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, amiin
waktu demi waktu berganti, siang dan malam silih berganti menjadi hitungan hari, minggu, bulan, dan tahun. Pergantian waktu tersebut sejalan dengan perputaran bumi pada porosnya serta pergerakan matahari mengelilingi bumi tiada hentinya sesuai dengan sunatulloh. Karena perputaran matahari mengitari bumi tersebut maka terjadilah pergantian dan perhitungan waktu sebagaimana yang telah digariskan Alloh subahanahu wa ta’ala dalam firman-Nya :

فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Alloh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al An’am: 96 )

Dengan silih bergantinya malam dan siang yang secara terus menerus secara rutin, dewasa ini kita telah berada dipenghujung tahun 2014 Masehi yang mendasarkan perhitungannya pada rotasi matahari. Dan sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2015 sebagai tahun yang harus dilalui sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
Begitu cepat rasanya waktu berlalu, tahun 2014 sebentar lagi akan ditinggalkan dan tahun 2015 telah berada diambang pintu, begitu pula menurut perhitungan angka umur manusia semakin meningkat. Bayi tumbuh berkembang menjadi balita, balita menjadi menjadi anak-anak, anak-anak menjadi remaja, remaja menjadi pemuda selanjutnya menjadi dewasa dan dewasa semakin mendekati lanjut usia (lansia) atau mendekati umur diambang senja.
Kondisi sedemikian telah secara tegas dinyatakan Alloh subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya :

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاء وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Alloh, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”(QS. Ar Ruum : 54 )

Meskipun menurut perhitungan angka perubahan waktu umur umur manusia semakin meningkat, namun pada hakekatnya dalam perhitungan batas umur yang telah digariskan oleh Sang Maha Pencipta secara pasti manusia semakin mendekati garis limit dari umurnya. Selanjutnya kelak kita akan menuju alam barzah (alam kubur ) sebagai alam peralihan (transisi) untuk dibangkitkan kembali di alam akhirat , sesuai dengan Firman Alloh subahanahu wa ta’ala :

وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَّا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَن فِي الْقُبُورِ
“dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Alloh membangkitkan semua orang di dalam kubur.” ( QS. Al Hajj : 7 )
Muhasabah Diri Adalah Salah Satu Bentuk Ketaqwaan
Alloh berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Alloh, lalu Alloh menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hasyr: 18-19 )
Ayat di atas menjadi rujukan utama dalam pembahasan muhasabah (introspeksi). Yang menarik dari ayat tersebut bahwa Alloh memerintahkan orang-orang beriman untuk bertaqwa sebanyak dua kali, hal ini menunjukkan betapa pentingnya kandungan ayat di atas.
Berkata Imam al-Qurthubi di dalam al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (17/29): “Dikatakan bahwa Taqwa yang pertama, maksudnya adalah taubat dari dosa-dosa yang telah lalu. Adapun Taqwa yang kedua adalah menghindari dari maksiat di masa mendatang.“
Setelah Alloh memerintahkan orang-orang beriman untuk bertaqwa, kemudian Alloh memerintahkan setiap jiwa dari mereka untuk melihat apa saja bekal yang yang sudah disiapkan untuk menyambut hari esok, inilah makna muhasabah dan introspeksi.
Artinya bahwa salah satu bentuk ketaqwaan kepada Alloh adalah selalu bermuhasabah (introspeksi diri) terhadap apa yang sudah dikerjakan selama ini.
Persiapan Untuk Hari Esok
Mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Alloh subhanahu wa ta’ala. Hari esok ada dua; hari esok yang dekat, dan hari esok yang jauh.
Adapun hari esok yang dekat adalah hari-hari mendatang di dalam kehidupan dunia ini bisa satu hari lagi, satu minggu lagi, satu bulan lagi, satu tahun lagi, sepuluh tahun lagi dan seterusnya. Yang jelas, setiap diri kita harus mempersiapkan diri untuk masa depan.
Ayat ini memerintahkan kita umat Islam untuk selalu mempunyai rencana dan rancangan yang matang dalam setiap aktivitas, tidak asal kerja, tidak asal beramal. Sehingga hasil kegiatan yang terencana dan terprogram dengan rapi akan menghasilkan sesuatu yang baik dan bermanfaat, baik di dunia ini maupun di akherat.
Adapun hari esok yang jauh maksudnya adalah hari akherat, maka setiap diri kita hendaknya mempersiapkan bekal amal untuk dibawa ke akherat.
Berkata Imam al-Qurtubi : “Hari esok adalah hari kiamat. Orang Arab menyebut sesuatu yang akan datang dengan esok hari.“
Ayat di atas sesuai dengan hadits Abu Ya’la Syadad bin Aus radhiyallohu 'anhu dari Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الكَيْسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنِ اتَّبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا، وَتَمَنَّي عَلَي الله
“Orang yang cerdik adalah oraang yang selalu menahan hawa nafsunya dan beramal untuk sesudah mati, sedangkan orang yang lemah adalah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Alloh“ (HR Tirmidzi, dan beliau berkata: hadits ini Hasan Shahih)
Gambaran Umum Hadits
Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Rab-nya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (ahdaf), strategi (takhtith), pelaksanaan (tatbiq) dan evaluasi (muhasabah). Hal terakhir merupakan pembahasan utama yang dijelaskan oleh Rasululloh saw. dalam hadits ini. Bahkan dengan jelas, Rasululloh mengaitkan evaluasi dengan kesuksesan, sedangkan kegagalan dengan mengikuti hawa nafsu dan banyak angan.
Macam-Macam Muhasabah Diri
Muhasabah diri bisa dibagi menjadi beberapa macam:
Pertama: Muhasabah Sebelum Beramal.
Sebelum beramal hendaknya kita bermuhasabah, apakah amal yang akan kita kerjakan sudah benar-benar diniatkan karena Allah semata, atau ada niat lain? seandainya sudah ikhlas, maka apakah sudah sesuai dengan tuntunan Rasululloh shallallohu ‘alaihi wa sallam?
Berkata Imam Hasan al-Bashri :
رَحِمَ الله عَبْداً وَقَفَ عِنْدَ هَمِّهِ، فّإِنْ كَانَ لِلهِ مَضَى، وَإِنْ كَانَ لِغَيْرِهِ تَأَخَّرَ.
“Mudah-mudahan Alloh selalu memberikan rahmat kepada seorang hamba yang selalu merenungi sebelum melakukan aktifitas, jika diniatkan karena Alloh, maka ia lakukan aktivitas tersebut, tetapi jika bukan karena Alloh, dia urungkan aktivitas tersebut. “
Kedua: Muhasabah Pada Saat Beramal.
Ketika sedang beramal, hendaknya kita terus berusaha agar amal kita tetap berada pada jalur yang telah digariskan Alloh, jangan sampai lengah dan keluar dari jalur, maka kita akan celaka.
Jika kita sedang sholat umpamanya, hendaknya tetap berusaha agar shalat kita tetap khusu’ dan diniatkan hanya karena Alloh hingga akhir sholat. Jangan sampai di tengah-tengah sholat muncul hal-hal yang mengganggu kekhusu’an dan keikhlasan kita.
Ketiga: Muhasabah Setelah Beramal
Setelah melakukan suatu amal, hendaknya seseorang melakukan muhasabah kembali, apakah amalnya sudah bermanfaat bagi orang lain atau belum, jika sudah bermanfaat, sejauh mana manfaat tersebut, sedikit atau banyak, jika masih sedikit hendaknya ditingkatkan kembali.
Melihat amal perbuatan yang dikerjakannya belum sempurna, maka hendaknya disempurnakan kembali di masa mendatang. Amal perbuatannya yang belum ikhlas, hendaknya diusahakan untuk benar-benar ikhlas karena Alloh di masa-masa mendatang, dan seterusnya.
Umar bin Khattab radhiyallohu 'anhu berkata:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوْهَا قَبْلَ أَنْ تُوَزِّنُوا، فَإِنّ أَهْوَنَ عَلَيْكُمْ فِي الحِسَابِ غَداً أَنْ تُحَاسَبُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْم، وتُزَيِّنُوا للْعَرْضِ الأكْبِر، يَوْمَئِذ تُعْرَضُوْنَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَة
“ Bermuhasabalah atas diri kalian sendiri sebelum kalian dihisab pada hari kiamat, dan timbanglah amal kalian di dunia ini sebelum nanti ditimbang pada hari kiamat. Sesungguhnya kalian akan merasa ringan dengan bermuhasabah pada hari ini untuk menghadapi hisab kelak. Dan berhiaslah kalian (dengan amal sholeh) untuk menghadapi hari pameran agung. Pada hari itu perbuatan kalian akan ditampilkan tidak ada yang tersembunyi sedikitpun. “
Berkata Imam Hasan al-Bashri :
إنّ العَبْدَ لَا يَزَالُ بِخَيْرٍ مَا كَانَ لَهَ وَاعِظُ مِنْ نَفْسِهِ، وِكِانَتْ المُحَاسِبِةُ هِمَّتَهُ.
“Sesungguhnya seorang hamba akan selalu dalam keadaan baik selama dia mempunyai penasehat dari dirinya sendiri, dan selalu bermuhasabah diri.“
Berkata Maimun Mahran:
لَا يَكُوْنُ العَبْدُ تَقِياً حَتَّى يَكُوْنَ لِنَفْسِهِ أَشَدّ مُحاسَبة مِنَ الشَّرِيْكِ لشريكه
“ Seseorang tidak akan mendapatkan predikat ketaqwaan sampai dia melakukan muhasabah kepada dirinya lebih ketat dibanding seorang teman yang bermuhasabh terhadap temannya . “

Diriwayatkan dari Imam Ahmad dari Wahab, telah tertulis di dalam Hikmah Keluarga Nabi Daud ‘alaihi as-salam bahwa :
” Orang yang berakal hendaknya membagi waktunya menjadi 4 bagian ; waktu untuk bermunajat kepada Alloh subhanahu wata’ala, waktu untuk introspeksi terhadap diri sendiri, waktu untuk bergaul dengan teman-temannya yang bisa memberitahu kekurangannya, dan waktu untuk bertafakkur tentang dirinya dan kenikmatan yang didapatkan. Sesungguhnya waktu-waktu tersebut bisa membantu untuk memperbaiki hati. “
Orang Fasik Adalah Orang Yang Lupa Kepada Alloh.
Alloh berfirman :
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“ Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Alloh, lalu Alloh menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hasyr : 18-19 )
Salah satu bentuk muhasabah dan intropeksi diri adalah tidak lupa kepada Alloh, sebaliknya dia selalu berdizikir dan mengingat Alloh, serta mempersiapkan diri dan mencari bekal untuk hari dimana dia akan bertemu dengan Alloh.
Maka Alloh melarang kita untuk menyerupai orang –orang yang melupakan Alloh, karena lupa kepada Alloh akan menyebabkan seseorang melupakan dirinya sendiri. Bagaimana hal itu terjadi ?
Kalau seseorang lupa bahwa Alloh adalah Rabb dan Penciptanya, maka dia akan lupa terhadap dirinya, lupa terhadap asal-usulnya yang dulu tidak ada, kemudian menjadi ada. Dulu, dia hanya berupa air mani yang hina, kemudian Alloh menjadikannya menjadi orang yang dewasa dan kuat, yang kemudian akan kembali lemah dan akhirnya akan mati dan kembali lagi kepada Alloh.
Maka kalau seseorang lupa kepada Alloh, dia akan lupa kepada hal-hal tersebut, selanjutnya dia akan berbuat semena-mena dan semau-maunya di muka bumi ini, tanpa ada aturan yang mengikatnya, orang-orang seperti ini akan menjadi orang yang merugi di dunia, karena akan dijauhi masyarakat, akan dikucilkan bahkan akan ditahan karena daya rusaknya yang begitu hebat di masyarakat.
Maka Alloh selalu mengingatkan manusia akan asal usulnya dan mengingat juga bahwa dia akan kembali kepada asalnya dan pemiliknya yaitu Alloh. Lihat umpamanya di dalam QS al-Mukminun, QS. al-Haj, Qs. ar-Rum, QS. al Insan, QS. as-Sajdah dan banyak lagi ayat-ayat yang serupa.
Ibnu Katsir di dalam “ Tafsir al-Qur’an al-Adhim ‘ ( 4/432 ) berkata :
“ Maksudnya janganlah kalian melupakan untuk mengingat Alloh, maka Alloh akan membuat kalian lupa beramal sholeh yang akan membawa manfaat bagi kalian di akherat. Sesungguhnya ganjaran itu sesuai dengan amal perbuatan. “
Berkata Syekh Abdur Rahman as-Sa’di :
بل أنساهم الله مصالح أنفسهم، وأغفلهم عن منافعها وفوائدها، فصار أمرهم فرطا، فرجعوا بخسارة الدارين، وغبنوا غبنا، لا يمكنهم تداركه،
“ Bahkan Alloh menjadikan mereka lupa terhadap maslahat mereka sendiri, Alloh memalingkan mereka sehingga lupa terhadap hal-hal yang bermanfaat untuk diri mereka sendiri, sehingga urusan mereka menjadi kacau, dan akhirnya mereka rugi dunia dan akherat, kerugian yang tidak mungkin bisa diganti lagi. “
Kesibukan mengumpulkan harta dan memikirkan masa depan anak-anak mereka membuat mereka lupa kepada Alloh sehingga mereka menjadi orang yang merugi. Ini sesuai dengan firman Alloh subhanahu wa ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ .
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Alloh. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. al-Munafiqun : 9).
Hari Esok Harus Lebih Baik Dari Hari Ini
Disebutkan dalam sebuah hadits :
من كان يومه خيرا من امسه فهو رابح. ومن كان يومه مثل امسه فهو مغبون. ومن كان يومه شرا من امسه فهو ملعون . ( رواه الحاكم )

“Barang siapa hari ini LEBIH BAIK dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang BERUNTUNG, Barang siapa yang hari ini SAMA DENGAN hari kemari dia adalah orang yang TERTIPU, dan barang siapa yang hari lebih JELEK dari hari kemarin maka dia adalah orang yang TERKUTUK (HR. Hakim)
Dari hadits yang dikutip di atas nyatalah bagi kita, bahwa sebagai manusia di dalam melakoni hidup ini kita dituntut dalam setiap gerak kehidupan berbuat yang lebih baik dari hari kemarin , begitu pula tentunya hari esok harus dibuat menjadi lebih baik daripada hari ini.